aku

aku

Rabu, 17 Desember 2008

Koping Stress Pada Etnis Bali, Jawa, dan Sunda

Jurnal dengan judul Koping Stress Pada Etnis Bali Jawa dan Sunda ditulis oleh Andrian Pramadi dan Hari K. Lasmono Fakultas Psiokologi Universitas Surabaya yang diterbitkan oleh Anima Indonesian Psychological Jornal pada tahun 2000 vol 2 no 4 halaman 326-340. Dalam jurnal ini, dilakukan penelitian tentang koping stress lintas budaya. Dalam hal ini nilai-nilai budaya khususnya pada etnis Bali, Jawa, dan Sunda dikaitkan dengan cara individu dalam proses kognitifnya mengahadapi masalah yang dapat menyebabkan stress. Koginitif dan emosi individu dalam ketiga budaya tersebut berusaha untuk menghadapi stress dengan pembentukan reaksi terhadap stress yang mengacu pada coping behavior. Pengaruh kebiasaan terkait agama dan kebiasaan individu pada ketiga etnis tersebut juga dikaitan dalam koping stress. Dalam, jurnal ini mencatat penelitian untuk melihat apakah ada perbedaan dari ketiga budaya yaitu budaya Bali, Jawa dan Sunda dalam menghadapi stress melalui coping behavior. Dibawah ini akan dibahas lebih lanjut.

  1. Latar Belakang Masalah

Peneliti mencoba mengaitkan koping stress dalam konteks budaya atau sosial dengan agama dan pola hidup sehari-hari termasuk kebiasaan terpola yang terbentuk dari generasi kegenerasi. Sumber stresnya adalah ketidakpastian pada masa depan yang berkaitan dengan kondisi ekonomi dan benturan budaya lain sebagai akibat dari globalisasi.

Di pulau Bali, proses perubahan dalam masyarakat mengalami percepatan yang sangat besar terutama karena sistem pendidikan sekolah amat intensif dan ekstensif. Masyarakat Bali merasakan aspek negatif dari proses moderenisasi yang mengancam nilai-nilai budaya yang telah dijunjung tinggi. Ini menimbulkan situasi dilematis antara kompromi atau menolak percepatan moderenisasi. Dilema-dilema ini yang akan menciptakan situasi-situasi ketidakpastian akan masa depan sebagai sumber stres dan akan dilihat bagaimana coping behavior yang ditampilkan.

Di Jawa (Jogjakarta), problem yang dihadapi adalah jumlah penduduk dan tingkat persaingan yang kuat dalam kerja dan sekolah, disatu sisi dalam persaingan itu mereka tetap memegang kaidah budaya Jawa yaitu berusaha tidak menimbulkan konflik terhadap sesama (kaidah pertama) dan berusaha bersikap hormat sesuai derajat dan kedudukannya. Kedua kidah ini menurut Geertz telah terbatinkan dalam setiap anak Jawa sehingga apabila menghadapi konflik, mereka kurang dapat bersifat asertif dan akan banyak menggunakan bahasa-bahasa simbol. Salah satu permasalahan ini yang menarik untuk diteliti sebagai salah satu sumber stresor yang nantinya akan dilihat sumber stresornya.

Permasalahn yang dihadapi budaya Sunda adalah mengenai persaingan hidup. Dalam budaya Sunda dikenal ungkapan “uyah mah tara tees ka luhur” (garam bila mencair tidak akan menetes ke atas), artinya bahwa masyarakat senantiasa menimpakan keburukan tingkah laku anak terhadap orang tua. Sehingga keluarga mempunyai peranan penting dalam pembentukan sikap anak nantinya. Tantangan hidup nantinya dalam menghadapi ketidakpastian masa depan menarik untuk diteliti dalam proses coping behaviornya.

  1. Teori dan Hipotesis

    1. Teori

  • Teori tentang stres

Stres merupakan proses yang meliputi stressor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan lingkungan.

  • Teori hubungan coping behavior dengan proses kognitif

Moos dan Schafer menggambarkan proses coping:

  • Teori Benedict

Teori Benedict menjelaskan bahwa perhatian bergerak dari kebudayaan ke anggota kebudayan.

  • Teori tentang budaya

Sibrani merangkum definisi-definisi budaya menurut Taylor, Wilson, Goodenough, dan Murdock, kebudayaan adalah segala pengetahuan milik masyarakat yang ditransmisikan dan dikomunikasikan secara sosial yang tercermin dalam ide, tindakan dan hasil kerja manusia, berfungsi dalam kehidupan bermasyarakat, yang harus dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tersebut.

Matsumoto mendefinisikan budaya sebagai serangkaian sikap, nilai, kepercayaan, dan perilaku yang dipakai bersama sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari generasi kegenerasi.

  • Teori coping behavior

Coping behavior merupakan respon yang bersifat perilaku psikolosis untuk mengurangi tekanan dan sifatnya dinamis. Bentuk-bentuk koping dibedakan dalam beberapa respon, yaitu:

    • Appraisal focused coping

Fokusnya pada pemilihan arti, menentukan arti situasi secara pribadi

    • Problem focused coping

Respons yang berusaha memodifikasi sumber stres dengan menghadapi situasi sebenarnya.

    • Emotional focused coping

Respon yang mengendalikan penyebab stres yang berhubungan dengan emosi dan usaha memelihara keseimbanganyang efektif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan bentuk koping, yaitu:

    • Jenis kelamin

    • Tingkat pendidikan

    • Perkembangan usia

    • Konteks lingkungan dan sumber individual

    • Status sosial ekonomi

    1. Hipotesis

  • Faktor budaya antara budaya Bali, Jawa, dan Sunda diduga berkaitan dengan coping behavior yang ditampilkan dalam menghadapi sumber stres.

  • Budaya Bali, Jawa dan Sunda memiliki karakteristik yang berbeda sehingga diduga juga memilki reaksi yang berbeda dalam menghadapi stres.

  1. Metode Penelitian

    1. Instrumen

Tampilan Coping behavior diungkap dengan menggunakan delapan strategi coping dari Taylor (1991) yaitu:

      • Konfrontasi

      • Mencari dukungan sosial

      • Merencanakan pemecahan masalah

      • Kontrol diri

      • Membuat jarak

      • Penilaian kembali secara positif

      • Menerima tanggung jawab

      • Lari atau menghindar

Kedelapan strategi tersebut deitransformasikan kedalam pertanyaan-pertanyaan,subjek diminta menyebutkan stressor secara spesifik berkaitan dengan kepastian masa depan dan kemudian dan mengurutkannya dalam lima skala pengalaman stres yang hasilnya berupa angket yang berbentuk data kuantitatif

Penulis membuat pertanyaan berdasarkan sepuluh sistem tingkah laku dari Jhon Whiting dan Irwins. Child yaitu:

  • Tingkah laku yang bersifat selalu minta dilayani

  • Tingkah laku yang bersifat suka mengungkapkan perasaaan

  • Tingkah laku yang bersifat bergantung pada kemampuan diri sendiri

  • Tingkah laku yang bersifat mempunyai rasa tanggung jawab

  • Tingkah laku yang bersifat ingin mencapai sesuatu yang lebih baik

  • Tingkah laku yang bersifat patuh pada orang tua atau pemimpin

  • Tingkah laku yang bersifat gemar menolong orang lain yang mengalami kesukaran

  • Tingkah laku ingin menguasai orang lain

  • Tingkah laku yang ramah dalam pergaulan

  • Tingkah laku yang bersifat suka menyerang, baik sebagai ancaman dari luar maupun yang bersifat menurut kesempatan

Kesepuluh sistem tingkah laku duhubungkan dengan data observasi mengenai lingkungan hidup, sistem kekerabatan, kehidupan keagamaan dan pelaksanaanya.

    1. Sampel

Sample penelitian adalah remaja dan dewasa serta orang tua masing-masing di Bali, Jawa, dan Sunda yang hidup di daerah sub- urban.

    1. Prosedur

        1. Wawancara

Wawancara terkait coping behavior untuk remaja dan dewasa dan wawancara terkait sistem tingkah laku untuk orang tua

        1. Observasi

Observasi pada lingkungan hidup, sistem kekerabatan, kehidupan keagamaan, dan pelaksanaanya.


    1. Analisis

Menggunakan analisis kuantitatif ( penghitungan statistik ) dan analisis kuantitatif ( analisis isi ).

  1. Hasil dan Pembahasan

    1. Hasil dan Pembahasan Bali

          • Hasil

Table 1

Perbandingan Coping Behavior Berdasarkan Jenis Kelamin

CC

D

SC

SSC

AR

EA

PPS

PR

0.720

0.277

0.936

0.346

0.420

0.626

0.262

0.369

Tabel 2

Perbandingan Usia antara > 30 tahun dan <>

CC

D

SC

SSC

AR

EA

PPS

PR

0.286

0.535

0.362

0.325

0.000

0.001

0.20

0.082

Keterangan:

CC

: Confrontative Coping

AR

: Accepting Responsibility

D

: Distance

EA

: Escape Avoidance

SC

: Self Control

PPS

: Planful Problem Solving

SSC

: Seeking Social Support

PR

: Positive Reapprasial

Bentuk koping yang sering digunakan dalam budaya Bali adalah accepting responsibility, confronting coping dan planful problem solving.

          • 2. Pembahasan

Subjek terbagi dalam dua bagian besar yaitu yang memiliki pendidikan tinggi, menengah kebawah dan sebagian besar mnemilki penghasilan sendiri. Hasil diatas merupakan tampilan koping dari jenjang pendidikan yang beragam. Berdasarkan 100 subjek Bali didapati tiga bentuk koping yang sering digunakan yaitu:

            1. Accepting Responsibility

Individu mengakui bahwa diri sendiri ikut mempunyai saham terhadap munculnya permasalahan dan mencoba belajar dari pengalaman yang ada. Munculnya koping ini difasilitasi oleh kondisi lingkungan yang sifat kebersamaan dan sanksi sosial masih kental. Hal ini cocok dengan budaya Bali karena di Bali masih menerapkan sistem kasta yang masih kental sehingga sanksi sosial pun masih ketat.

            1. Confronting Coping

Individu berpegang teguh pada pendiriannya dan memperjuangkan apa yang diinginkannya, mengubah situasi secara agresif dan adanya keberanian mengambil resiko. Tampaknya ini cocok dengan budaya Bali yang kental dengan kehinduannya yaitu individu harus mandiri dan memperjuangkan keinginannya, ditunjukkan dengan bekerja keras dan tidak ingin bergantung dengan orang lain. Koping ini menggambarkan sample subjek yang rata-rata berpendidikan tinggi dan memiliki pengalaman yang luas.

            1. Planful Problem Solving.

Individu memikirkan suatu rencana tindakan untuk mengubah dan memecahkan situasi. Tidak ada unsur emosianal dalam menghadapi masalah, rasionalitas yang berjalan. Ini berkaitan dengan tingkat pendidikan yang tinggi (setengah dari sample berpendidikan tinggi) atau berpengalaman (sebagian besar adalah dewasa awal). Agak sulit menghubungkan bentuk koping ini dengan budaya Bali karena sistem budaya Bali lebih menekankan pada unsur perasaan.

    1. Hasil dan Pembahasan Jawa

          • 1. Hasil

Table 3

Perbandingan Coping Behavior Berdasarkan Jenis Kelamin

CC

D

SC

SSC

AR

EA

PPS

PR

0.575

0.768

0.760

0.276

0.07

0.385

0.196

0.960

Table 4

Perbandingan Usia antara > 30 tahun dan <>

CC

D

SC

SSC

AR

EA

PPS

PR

0.974

0.387

0.711

0.439

0.531

0.077

0.129

0.850

Keterangan:

CC

: Confrontative Coping

AR

: Accepting Responsibility

D

: Distance

EA

: Escape Avoidance

SC

: Self Control

PPS

: Planful Problem Solving

SSC

: Seeking Social Support

PR

: Positive Reapprasial

Jenis koping yang sering dugunakan dalam budaya Jawa adalah planful problem solving.


          • 2. Pembahasan

Pada budaya Jawa hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara jenis kelamin dalam melakukan coping terhadap masalah tekanan dan tidak adanya perbedaan antara usia diatas dan dibawah tiga puluh tahun. Tiadanya perbedaan menunjukkan bahwa pada budaya Jawa, prinsip-prinsip budaya telah ditekankan secara sama tanpa membedakan jenis kelamin dan umur. Pokok-pokok budaya telah ditanamkan sejak kecil dan ini melekat sampai dewasa sehingga apabila menghadapi tekanan atau masalah, mereka menghadapinya dengan model yang sama yaitu mengambil perlindungan ibu sebagai figur moral.

Bentuk koping sering digunakan planful problem solving. Ini mengherankan karena sering dianggap dan streotip orang Jawa yang emosional tetapi bentuk kopingnya adalah planful focused solving bukannya emotional focused solving.

Hal ini disebabkan karena kondisi subjek yang berlatar belakang budaya Jawa sebagian besar berpendidikan dan cukup memperoleh pengetahuan dari koran, TV dan radio, sehingga membuat mereka memiliki bahan acuan dalam mencari pemecahan masalah. Sejak kecil, orang telah belajar menekan perasaan negatif dan menguasai emosi agar tidak menggangu satu sama lain. Dengan kata lain, orang tidak hanya belajar menghindari konfrontasi langsung tetapi juga tak memberinya kesempatan muncul. Berdasarkan hal tersebut usaha memendam konflik dianggap sebagai norma, selapis normalitas akan menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya dan tegangan akan berjalan terus dalam waktu yang lama. “Ya, kita dapat mengampuni, namun tak akan melupakannya”, begitulah kata-kata yang sering diucapkan orang Jawa. Kendalanya bagaimana mereka mengakui secara jujur adanya konflik. Jadi tidaklah heran hasilnya orang Jawa banyak menggunakan planful problem solving

c. Hasil dan Pembahasan Sunda

          • 1. Hasil

Tabel 5

Perbandingan Coping Behavior Berdasarkan Jenis Kelamin

CC

D

SC

SSC

AR

EA

PPS

PR

0.512

0.897

0.651

0.485

0.723

0.013

0.133

0.037





Table 6

Perbandingan Usia antara > 30 tahun dan <>

CC

D

SC

SSC

AR

EA

PPS

PR

0.500

0.434

0.695

0.567

0.420

0.771

0.420

0.371

Keterangan:

CC

: Confrontative Coping

AR

: Accepting Responsibility

D

: Distance

EA

: Escape Avoidance

SC

: Self Control

PPS

: Planful Problem Solving

SSC

: Seeking Social Support

PR

: Positive Reapprasial

Koping yang sering digunakan dalam budaya Sunda adalah accepting responsibility, confrontative coping dan self control.

          • 2. Pembahasan

Subjek perempuan lebih banyak dari subjek laki–laki karena proses pengambilan data dari pagi sampai siang saat subjek laki-laki kerja. Hasil menunjukkan bahwa laki-laki maupun perempuan sama-sama menggunakan bentuk koping yang sifatnya emotional focused coping dalam menghadapi tekanan. Ini menggambarkan bahwa perilaku yang ditampilkan untuk mengendalikan penyebab stress yang berkaitan dengan emosi dan usaha yang dilakukan adalah memelihara keseimbangan efektif, yang sesuai dengan tipikal orang Sunda yang lebih introvert.

Tidak ada perbedaan bentuk koping antara usia diatas maupun dibawah tiga puluh tahun. Ini menunjukkan bahwa tidak ada bentuk koping yang menjadi ciri khas dari usia tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa transfer budaya dari orang tua ke anak berjalan dengan baik.

Perbedaan bentuk koping secara detail berdasarkan jenis kelamin, bentuk koping yang digunakan berbeda dalam hal escape evoidance. Perbedaan terjadi karena jumlah subjeknya banyak yang perempuan yang lebih mengarah pada emotional focused coping. Bentung koping ini sebenarnya sesuai dengan karakteristik budaya Sunda yang terlalu perasa atau mudah gembira. Apabila menghadapi tekanan, mereka cenderung berharap situasi akan cepat berlalu dan menunjukkan sikap menghindar. “karena buat apa bersedih-sedih dengan masalah”, begitu kata mereka.

Bila melihat bentuk koping yang sering digunakan tanpa melihat perbedaan jenis kelamin dan usia adalah accepting responsibility, confrontative coping dan self control. accepting responsibility dan self control merupakan bagian dari emotional focused coping.

          • Accepting Responsibility

Individu mengakui bahwa diri sendiri merupakan penyebab masalah dan ada re-evaluasi diri, kemudian mencoba mengadakan perbaikan diri dengan mencoba belajar dari masalah. Ini ada kaitannya dengan orang Sunda yang terlalu perasa sehingga apabila ada suatu masalah itu dianggap sebagai tanggung jawab dirinya dan ada perasaan bersalah.

          • Self Control

“Menabahkan hati” dan tidak membiarkan perasaannya terlihat. Ini dilakukan karena mengacu pada filosofi bahwa tidak baik menampilan perasaan atau tindakan kecewa, sedih, marah, yang pada akhirnya membuat orang laik tersinggung atau marah.

7.Confrontative Coping

Bentuk koping ini dipakai apabila masalah itu memang harus diselesaikan dan tak dapat dibiarkan berlarut-larut. Peneliti mendapat gambaran bentuk koping yang berjenjang: self control Accepting Responsibility Confrontative Coping

  1. Kesimpulan

Berdasarkan jurnal tidak terdapat hubungan yang khas dan detail antara societal identity yang berisikan values, interest, social roles, religy dan sistem tingkah laku dengan koping behavior. Dalam penelitian ini, budaya Bali yang membentuk orangnya menjadi introvert tetapi tebuka akan informasi dari luar, menampilkan coping behavior yang sifatnya problem focused coping yaitu confrontative dan planful problem solving. Selain itu bentuk accepting responsibility (sifatnya emosional) masih digunakan yaitu individu cenderung menyalahkan diri sendiri sebagai penanggung jawab munculnya suatu masalah. Pada budaya Sunda bentuk kopingnya antara problem focused (confrontative coping) dan emotional focused (accepting responsibility dan self control) pada budaya Jawa bentuk koping yang sering dipakai adalah problem focused (planful problem solving. Padahal dari segi budaya hampir tak ada perbedaan antara Bali, Jawa dan Sunda.

  1. Evaluasi

          • Dalam penelitian terdapat metodologi terutama berkaitan dengan penentuan sample sehingga proses pengambilan simpulannya tidak dapat secara mendalam.

          • Dalam penelitian tidak ada control religi yang mempengaruhi coping behavior karena karakteristik agama yang berbeda pada setiap etnis mungkin mempengaruhi coping behavior yang ditampilkan.

          • Kurangnya perencanaan sample dalam pembagiannya berdasarkan usia serta jenis kelamin, karena coping behavior yang ditampilkan antara wanita dan laki-laki berbeda. Hal ini tampak pada kasus di Sunda yang mana subjek sebagian besar adalah wanita sehingga koping stress yang dipakai sifatnya emotional focused coping.

Tidak ada komentar: