aku

aku

Senin, 08 Desember 2008

empati dalam kehidupan manusia

  1. Latar Belakang Masalah

Empati adalah kemampuan untuk mengalami dan merespon perasaan orang lain. Empati lebih daripada menerima emosi orang lain tetapi pada merasakan emosi didalamnya dan mengekspresikannya sepenuh hati. Oleh karena itu empati sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia.

Untuk dapat berempati, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan berempati pada diri sendiri (self-smpathy). Self-empathy adalah dengan penerimaan diri, mengkoneksikan diri pada perasaan dan kebutuhan kebutuhan dirinya serta mengasihani diri sendiri.

Zaman globalisasi yang biasa disebut jaman modern menyebabkan semakin menipisnya empati pada diri setiap individu. Semakin modern dunia, paham kapitalis semakin menguat, egoisme semakin tinggi pada diri individu sehingga tidak adanya cinta tehadap sesama. Menurut Erick Fromm (Fromm,2004) cinta merupaka suatu kegiatan (activity) yang cirinya adalah dengan memberi, sehingga dalam hal ini memberi berarti memberikan kesediaan kita untuk bisa peduli terhadap orang lain. Cinta terhadap sesama manusia semakin menipis sehingga tidak adanya kepedulian terhadap sesame. Individu disibukkan dengan cintanya terhadap diri sendiri dan kehidupannya sendiri. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya masalah sosial yang sering kita jumpai saat ini.

Masalah-masalah dalam segala aspek kehidupan yang timbul dan sering kita lihat sehari-hari merupakan dampak dari miskinnya empati baik dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan keluarga, dan soaial serta dalam dunia pendidikan. Padahal empati sendiri dalam kehidupan manusia merupakan nilai-nilai peninggalan dari nenek moyang kita. Empati digunakan oleh spesies manusia untuk membuat manusia tersebut tahu apa yang manusia lain alami.

Beberapa ilmuwan yang menyatakan bahwa kemampuan untuk berempati adalah faktor genetic, jadi kemampuan empati diwarisi disetiap generasi. Akan tetapi empati dapat dipelajari, misalnya melalui keluarga, dalam hubungannya dengan masyarakat, pendidikan di sekolah serta pengalaman-pengalaman terapis dalam psikoterapi.

Penulis membatasi empati dalam kehidupan manusia dalam 4 aspek yaitu dalam psikoterapi, pendidikan, keluarga dan dalam kehidupan sosial serta masalah apa yang terjadi apabila tidak terealisasniya empati dalam kehidupan manusia tersebut. Penulis juga memberikan bagaimana cara membentuk empati

PEMBAHASAN

  1. Empati

Carl Rogers (1975, dalam Cotton, 2001), berempati berarti mempersepsi kerangka pikir internal orang lain secara tepat mencakup unsur-unsur emosional dan cara-cara bertingkahlaku, disertai dengan kepedulian seolah-olah diri sendiri adalah orang lain yang sedang dipersepsi tetapi tanpa kehilangan kesadaran sedang mengandaikan sebagai orang lain. Gallo (1989) menyatakan bahwa sebuah respons empatik mengandung baik dimensi kognitif maupun afektif. Istilah empati digunakan paling tidak dalam dua pengertian: (1) sebuah respons kognitif utama untuk memahami bagaimana orang lain merasa; (2) kebersamaan afektif yang setara dengan orang lain. Dengan demikian, empati juga dapat dipahami sebagai pemahaman yang intim bahwa perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan motif-motif seseorang dimengerti secara menyeluruh oleh orang lain, disertai ungkapan penerimaan terhadap keadaan orang lain.

Secara umum, unsur-unsur empati adalah sebagai berikut:

  1. Imajinasi yang tergantung kepada kemampuan membayangkan; di sini imajinasi berfungsi untuk memungkinkan pengandaian diri seseorang sebagai orang lain.

  2. Adanya kesadaran terhadap diri sendiri (self-awareness atau self-consciousness); secara khusus pandangan positif terhadap diri sendiri, secara umum penerimaan (dalam arti pengenalan) apa adanya terhadap kelebihan dan kekurangan diri sendiri.

  3. Adanya kesadaran terhadap orang lain; pengenalan dan perhatian terhadap orang lain; secara khusus pandangan positif terhadap orang lain, secara umum penerimaan apa adanya terhadap kelebihan dan kekurangan orang lain.

  4. Adanya perasaan, hasrat, ide-ide dan representasi atau hasil tindakan baik pada orang yang berempati maupun pada orang lain sebagai pihak yang diberi empati disertai keterbukaan untuk saling memahami satu sama lain.

  5. Ketersediaan sebuah kerangka pikir estetis; ini merupakan dasar untuk menampilkan respons yang dianggap pantas dan memadai agar kesesuaian antara orang yang berempati orang yang menjadi sasaran empati dapat tercapai (agar tidak menjadi pelanggaran privasi atau perilaku ‘sok tahu); kerangka pikir estetis selalu tergantung pada budaya, masyarakat dan konteks jaman.

  6. Ketersediaan sebuah kerangka berpikir moral

Dalam jurnalnya, Jean Dacety dan Philip L Jackson menyebutkan tiga komponen utama dari empati yaitu: (1) respon afektif untuk orang lain, (2) kapasitas kognitif untuk memahami perspektif orang lain dan (3) regulasi emosi. Adapun fungsi empati adalah:

  1. Kesadaran bahwa tiap orang memiliki sudut pandang berbeda akan mendorong seseorang mampu menyesuaikan diri sesuai dengan lingkungan sosialnya. Dengan menggunakan mobilitas pikirannya, dapat menempatkan diri pada posisi perannya sendiri maupun peran orang lain sehingga akan membantu melakukan komunikasi efektif.

  2. Mampu berempati mendorong seseorang untuk melakukan tindak altruistis, yang tidak hanya mengurangi atau menghilangkan penderitaan orang lain, tetapi juga ketidaknyamanan perasaan individu melihat penderitaan orang lain. Merasakan apa yang dirasakan individu lain akan menghambat kecenderungan perilaku agresif terhadap individu itu.

  3. Kemampuan untuk memahami perspektif orang lain membuat anak menyadari bahwa orang lain dapat membuat penilaian berdasarkan perilakunya. Kemampuan ini membuat individu lebih melihat ke dalam diri dan lebih menyadari serta memerhatikan pendapat orang lain mengenai dirinya. Proses itu akan membentuk kesadaran diri yang baik, dimanifestasikan dalam sifat optimistis, fleksibel, dan emosi yang matang. Jadi, konsep diri yang kuat, melalui proses perbandingan sosial yang terjadi dari pengamatan dan pembandingan diri dengan orang lain, akan berkembang dengan baik.

  1. Self-emphaty

Self-emphaty adalah langkah awal yang dilakukan untuk dapat berempati dengan orang lain, karena sebelum kita benar-benar bisa memamahami orang lain, kita juga seharusnya dapat memahami diri sendiri terlebih dahulu dengan menjadi manusia yang lepas bebas. Self-empathy merupakan proses yang terjadi dalam diri individu itu sendiri. Self-empathy merupakan proses yang mana kita mentransform jackal thinking (judgement, blame) kedalam connecting energi dalam perasaan-perasaan dan kebutuhan. Self empathy dimulai dari penerimaan akan disconnection dari kebutuhan-kebutuhannya dan berpindah untuk menjadi connect pada energi hidup akan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Langkah-langkah untuk dapat menjadi self-empathy adalah sebagai berikut:

    1. Langkah 1: Kesadaran akan disconnection

Perasaan marah, bersalah, malu dan depresi semuanya merupakan tanda dari disconnection dan merupakan sumber dari pikiran dan persepsi kita. Hubungan lain dari tanda tersebut adalah ‘jackal show’ (apa yang kita ceritakan pada diri sendiri) bahwa mungkin berjalan pada kepala kita.

    1. Langkah 2: Connecting pada kebutuhan

Kita sadar akan disconnected dari kebutuhan-kebutuhan kita, step selanjutnya adalah mengerti apa yang akan dilakukan oleh diri jita sendiri untuk membayar perhatian ‘jackal show’. Petunjuk apa yang diberikan jackal show tentang kebutuhan kita?. Setiap judgement adalah ungkapan tragis akan unmet need.

    1. Langkah 3: Berkabung pada unmet need

    2. Langkah 4: Mengalami indahnya kebutuhan-kebutuhan tersebut

Setelah berkabung pada unmet need, sekarang waktunya untuk berimajinasi apabila kebutuhannya terpenuhi.


  1. Empati dalam kehidupan manusia

Empati dalam keidupan manusia sangat dibutuhkan untuk membangun hubungan yang baik antara indidu dengan individu yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan Empati digunakan oleh spesies manusia untuk membuat manusia tersebut tahu apa yang manusia lain alami dan kemampuan untuk berempati adalah faktor genetic, jadi kemampuan empati diwarisi disetiap generasi dan juga empati dapat terus-menerus dipelajari.

      1. Dalam Psikoterapi

Empati dari seorang terapis sangat dibutuhkan dalam suksesnya hubungan teraputik dan keberhasilan proses terapi, terapis memerlukan empati untuk memahami kondisi psikis klien yang sedang dibantunya.. Truax dan Carkhuff menyatakan bahwa “ bahan-bahan utama seperti empati, kehangatan dan kesejatian tidak semata-mata merepresentasikan ‘teknik-teknik’ psikoterapi atau konseling, tetapi kecakapan-kecakapan antar pribadilah yang digunakan oleh konselor atau terapis dalam menerapkan teknik-teknik atau pengetahuan keahliannya. Empati oleh terapis dilakukan dengan cara: (1) memahami perasaan pasien lalu merasakannya, (2) memahami realitas pasien dengan tepat (accuracy empathic understanding).

Menurut Kohut, empati dilihat sebagai ‘memberikan kepedulian’ pada pasien, memanjakan pasien, bertemu atas permintaan pasien, dan lembut terhadap pasien. Menjadi empati sebagai terapis membutuhkan kemurnian, batas-batas, kematangan, kepercayaan, keterjaminan, dan keharuan.

      1. Dalam Keluarga

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pembentukan empati terutama pembentukan empati anak, karena proses belajar anak dimulai dari keluarga. Empati oleh orang tua diwujudkan dengan kasih sayang dan empati terhadap sesama saudara dalam diri anak.

Di zaman modern saat ini, orang tua sering kali tidak mempunyai banyak waktu untuk bersama-sama anak-anaknya, sehingga kepuedulian terhadap mereka sangat tipis sekali, empati terhadap mereka seringkali hampir tidak ada karena orang tua sibuk dengan urusan diri sendiri. Egoisme dan narsistik sangat besar dalam diri orang tua misalnya untuk terus mengejar karir dan meraup kekayaan secara terus menerus sehingga mengorbankan cintanya pada anak-anak. Anak-anakpun akan me-imitasi perilaku orang tua mereka dalam kehidupan sosial mereka dan anak-anak sering kali menghabiskan waktu sendirian misalnya dengan menonton TV sehingga empati di dunia ini semakin lama semakin menipis karena egoistic dan narsistik terus-menerus berkembang baik disadari maupun tidak. Orangtua seringkali menganggap empati diberikan jika kebutuhan material anak terpenuhi padahal yang diperlukan anak adalah perhatian, dipahami, dicintai dan diberi kasih sayang.

      1. Dalam Pendidikan

Empati terbukti juga penting dalam proses belajar mengajar. Untuk menjadi pengajar yang efektif, orang perlu memiliki kemampuan ini. Seorang pengajar memerlukan empati untuk memahami kondisi muridnya untuk dapat membantunya belajar dan memperoleh pengetahuan. Pengajar yang tidak memahami perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, motif-motif dan orientasi tindakan muridnya akan sulit untuk membantu dan memfasilitasi kegiatan belajar murid-muridnya.

Empati, baik untuk pengajar maupun pelajar, semakin diperlukan dalam pendidikan dalam upaya mencapai keberhasilan proses pembelajaran. Jika kita bertanya apa karakteristik dari pelajar yang sukses maka banyak ahli psikologi pendidikan menjawab: berpengetahuan, mampu menentukan diri sendiri, strategis dan empatik (Jones, 1990).

Empati, merujuk Jones (1990), penting karena para profesional yang sukses dalam bidang apapun (termasuk dosen sebagai peneliti dan akademisi) menunjuk kemampuan komunikasi agar sukses dalam pekerjaannya. Mereka juga mampu memandang diri sendiri dan dunia dari sudut pandang orang lain. Artinya mereka mampu mencermati dan menilai keyakinan-keyakinan dan keadaan-keadaan orang lain dengan tetap berpegang kepada tujuan mengembangkan pemahaman dan penghargaan. Murid-murid yang sukses pun menunjukkan kemampuan ini. Mereka menilai positif kegiatan berbagi pengalaman dengan orang-orang yang berbeda latar belakang untuk memperkaya diri mereka.

Dari segi sosial, empati menjadi lebih penting lagi bagi seorang pengajar. Hilangnya empati dapat melahirkan kecenderungan pengajar melakukan abuse dan eksploitasi terhadap murid-muridnya. Tingkah laku agresif guru terhadap murid banyak terjadi karena terhambatnya empati guru. Tugas yang berat dan menyiksa murid, hukuman yang berlebihan, serta ketakpedulian pengajar terhadap apa yang dialami muridnya merupakan tanda-tanda rendahnya empati yang pengajar.

Kuatnya empati pada seorang pengajar merupakan indikasi dari kesadaran diri, identitas diri yang sehat, penghargaan diri yang terkelola dengan baik, dan kecintaan terhadap diri sendiri dalam arti positif. Di sisi lain, empati menunjukkan juga adanya kematangan kognitif dan afektif dalam memahami orang lain, kemampuan mencintai dan menghargai orang lain, serta kesiapan untuk hidup bersama dan saling mengembangkan dengan orang lain. Empati merupakan ‘tembok karang’ moralitas seorang pengajar, bahwa ia mengajar, mengabdikan dirinya untuk mengembangkan murid-muridnya, bukan untuk memanfaatkan dan mengambil untung dari mereka.

      1. Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Empati didefinisikan sebagai kemampuan untuk membayangkan diri sendiri berada pada tempat dan pemahaman yang dimiliki orang lain, mencakup perasaan, hasrat, ide-ide, dan tindakan-tindakannya. Istilah ini awalnya biasa digunakan dengan rujukan khusus pengalaman estetis. Namun belakangan, istilah ini diterapkan lebih luas dalam hubungan interpersonal. Empati dinilai penting peranannya dalam meningkatkan kualitas positif hubungan interpersonal.

Tuntutan hidup yang tinggi dan sifat materialistis manusia berdampak pada berkembangnya individualisme yang tinggi dalam diri masyarakat. Individu-individu disibukkan oleh urusannya sendiri sehingga tidak ada lagi ‘cinta persaudaraan’ (cinta terhadap sesama manusia) yang berakibat pada miskinnya empati pada diri masyarakat terhadap sesama manusia. Banyak masalah sosial yang timbul dari miskinnya empati ini, misalnya perampokan, pencurian, dll. Hal ini disebakan karena miskinnya empati adalah karena kurangnya sifat berbagi dlam diri individu pada masyarakatnya. Empati dengan mencintai sesame berarti melakukan tindakan “memberi”, memberi dalam hal ini tidak hanya dilihat dalam segi material, tetapi juga dilihat dalam segi tindakan memahami dengan tindakan memberikan lapangan pekerjaan, keterampilan-keterampilan bekerja.

Dr Limas Sutanto menuliskan bahwa kini telah merebak di tengah masyarakat kita adalah lawan dari pengertian antar-insan, berupa kecenderungan untuk makin sedikit mendengarkan orang-orang lain, yang disertai ingar-bingar kesukaan berlebih untuk memamerkan diri sendiri, bahkan menyombongkan diri sendiri. Yang kini merebak juga di tengah masyarakat kita adalah lawan dari penerimaan antar-insan, berupa kecenderungan saling menolak, bahkan kecenderungan saling meniadakan, di tengah perspektif realistik masyarakat yang mau tak mau selalu ditandai keberbedaan dan keanekaragaman. Miskinnya penerimaan antarinsan mencuatkan gejala penegasan keberbedaan yang mengarah ke pemisahan (polarisasi, fragmentasi, bahkan disintegrasi) "Diri" dengan "Pihak Lain".

Padahal, empati adalah kekuatan yang luar biasa dan niscaya untuk mengatasi masalah-masalah di tengah masyarakat dan bangsa. Sayang sekali, ia sangat sering diremehkan dan diabaikan. Orang-orang lebih percaya kepada kekuatan kepintaran, ilmu pengetahuan, dan teknologi semata-mata. Ketiga hal terakhir itu memang penting, tetapi acap kali kepintaran, ilmu pengetahuan, dan teknologi tidak mampu mengejawantahkan kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian bagi masyarakat karena mereka tidak digunakan oleh insan-insan yang mempersenjatai diri dengan empati.


  1. Masalah-masalah yang timbul terkait empati

Ketiadaan empati dapat menyebabkan gangguan neroligical dan psikiatri termasuk didalamnya autisme, kepribadian anti sosial dan narsistik. Beberapa dibawah ini contoh kasus ketiadaan empati:

      1. Penggunaan obat-obatan terlarang oleh remaja

Penggunaan obat-obatan terlarang yang dilaukan remaja, tidak lain adalah adanya rasa ketidak pedulian anggota keluarga pada diri anak. Orang tua yang sibuk serta saudara-saudaranya yang individualis tidak menunjukkan empati padanya sehingga remaja mencari perhatian pada yang lainnya yang dapat memuaskan rasa kebutuhan untuk dipedulikan dengan menggunkan obat-obatan terlarang. Hal yang lebih parah lagi adalah, orang tua cenderung memarahi anaknya yang terlibat dalam narkoba bukannya malah berempati.

      1. Bunuh diri yang dilakukan ibu dengan terlebih dahulu membunuh anaknya.

Dengan empati, kita bisa menghayati betapa ibu yang bunuh diri setelah membunuh anak-anaknya, seperti yang terjadi di Malang beberapa hari lalu (Kompas, 12 Maret 2007), adalah insan yang tidak lagi melihat harapan baik apa pun bagi dirinya dan anak-anaknya di tengah kehidupan. Mungkin pada mulanya sang ibu akan mengakhiri hidupnya sendirian, tetapi dia membayangkan betapa sepeninggal dirinya, anak-anak akan telantar karena tidak akan ada orang yang peduli kepada anak-anak itu. Sang ibu tidak mau membiarkan anak-anaknya menderita di tengah kehidupan yang miskin empati itu, maka dia memutuskan untuk lebih dulu mengakhiri hidup anak-anaknya, sebelum dia sendiri mengakhiri hidup dengan bunuh diri.

Ketika di sana-sini terbetik kabar ada ibu-ibu yang membunuh anak-anak mereka lalu bunuh diri karena kemiskinan, dengan gampang tokoh-tokoh berteriak lantang agar bangsa ini membantu rakyat miskin dan mengatasi kemiskinan. Mereka semua tahu bahwa kemiskinan niscaya diatasi. Namun, dalam kenyataan, tindakan yang diwujudkan untuk mengatasi kemiskinan tidak efektif. Ketidakefektifan ini terjadi bukan karena mereka tidak tahu apa yang niscaya mereka lakukan, melainkan karena mereka tidak kunjung mengejawantahkan tindakan-tindakan yang sungguh memadai untuk mengatasi kemiskinan. Mengapa demikian? Karena, kendati mereka tahu dan bisa, mereka miskin empati, dan dengan demikian mereka sungguh tidak memiliki daya untuk mengejawantahkan kebaikan dan kebenaran


  1. Cara berempati

  • Menurut nasehat Daniel Goleman, kemampuan berempati bisa kita naikkan melalui praktek berikut:

      1. Cepat menangkap isi perasaan dan pikiran orang lain (understanding others).

      2. Memberikan pelayanan yang dibutuhkan orang lain. Member, bukan mengambil (Service Orientation), apalagi memanipulasi.

      3. Memberikan masukan-masukan positif atau membangun orang lain (developing others)

      4. Mengambil manfaat dari perbedaan, bukan menciptakan konflik dari perbedaan (leveraging diversity)

      5. Memahami aturan main yang tertulis atau yang tidak tertulis dalam hubungan kita dengan orang lain (Political awareness).



        • Orang tua dapat membantu anaknya untuk menjadi empati dengan cara:

          1. Menjadi responsive akan perasaan dan kebutuhan anak

          2. Bertindak positif kearah tingkah laku positif

          3. Menjadi model perilaku empatik

          4. Memberikan pengaruh pada anak tentang efek perilakunya terhadap orang lain

          5. Membantu anak mengerti bagaimana bila mereka menyakiti orang lain

          6. Memberikan kepedulian yang konsisten

          7. Menghindari menggunakan ancaman dan hukuman fisik

          8. Jangan menolak atau menghindari dari anak ketika mereka membutuhkan bntuan emosional

          9. Memberikan rumah tanpa kekerasan rumah tangga

        • Orang dewasa dapat menjadi empati dengan cara:

  1. Menambah kesadaran emosional dalam diri sendiri

  2. Mengajarkan pada diri sendiri untuk memperhatikan kondisi emosional orang lain

  3. Memperbaiki penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain

Daftar Pustaka

Artikel. Somatic Resonance And Empathy. (online) (http://www.gogle.com)

Bayer, Rich. Empathy. (online) (http://www.gogle.com)

Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama

Decety, Jean dan Jacson, Philip. L. A Social-Neuroscience Perspective on Emphaty. (online) (http://www.gogle.com)

Fromm, Erick. 2004. The Art Of Love. Yokyakarta: Pradipta Publishing

Kendrick, Gregg. Self-Empathy. (online) (http://www.gogle.com)

Setiawan, Imam. Melihat Kisah Bunuh Diri Dengan Empati. (online) (http://www.duniaesai.com)

Sutanto, Limas. Masyarakat Miskin Empati. (online) (http://www.kompas.com)

Takwin, Bagus. Pentingnya Empati Dalam Pendidikan. (online) (http://www.bagustakwin.multiply.com)



3 komentar:

Anonim mengatakan...

terima kasih. entry yg menarik. mohon share=p

Anonim mengatakan...

terima ksh. mohon share

arum_psi'06 mengatakan...

sama2:D