aku

aku

Sabtu, 09 Mei 2009

CBT untuk depresi pada caleg

Pada awalnya terapis melakuan pengukuran terhadap depresi mayor yang dialami pleh caleg, yaitu:

  1. Identifikasi, identifikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perilaku maladaptive pada caleg.

  2. Klasifikasi, mengklasifikasikan perilaku yang adaptif dan maladaptive pada perilaku caleg

  3. Prediksi, prediksi dilakukan terutama terkait dengan kontrol yang bersifat terapiutik untuk munculnya perilaku adaptif.

  4. Spesifikasi, spesifikasi digunakan untuk menentukan tujuan dari terapi yaitu mengurangi tingkat depresi yang dialami oleh caleg

  5. Evaluasi, evaluasi dengan melihat bagaimana hasil yang diperoleh setelah terapi diberikan

Teknik yang digunakan dalam CBT ada beberapa fase, antara lain:

  1. Fase 1: Observasi Diri

Caleg diminta untuk mengobservasi perilakunya dan cara pikirnya yang membuatnya menjadi depresi. Caleg diminta untuk melihat perilaku-perilaku, perasaan dan kognisinya setelah pemilu yang ternya mereka gagal untuk memperoleh suara.

  1. Fase 2: Memulai dialog internal yang baru

Setelah melakukan observasi diri, klien diminta untuk menanyakan pada diri sendiri, apakah dengan menjadi depresi yaitu dengan mengurung diri dikamar, menjadi tertutup serta melakukan percobaan bunuh diri akan mempengaruhi hasil pemilu?. Apakah dengan memikirkan hal-hal yang negative saja akan mengubah keadaan menjadi baik?. Atau apakah dengan bunuh diri hutang-hutang yang dimilikinya akan terlunasi?. Kalau dirinya bunuh diri lalu siapakah yang bertanggung jawab?. Lalu bisakah mengambil pelajaran dari apa yang telah terjadi?.

  1. Fase 3: Mempelajari keterampilan baru

Terapis memberi kesempatan pada caleg untuk memperoleh keterampilan baru dalam coping stress, yaitu dengan menerima kenyataan yang ada, bahwa harapan-harapan tidak harus tercapai ada yang lebih berkuasa dalam pemenuhan harapan tersebut. Caleg juga diminta untuk berperilaku yang lebih adaptif dengan mulai bekerja keras untuk melunasi hutang yang ada.

Cognitive Behavior Therapy bukanlah satu-satunya psikoterapi yang efektif untuk mengatasi depresi mayor khususnya di Indonesia. Psikoterapi lain yang efektif digunakan untuk mengurangi penderitaan pasien yang mengalami depresi adalah:

  1. Terapi kelompok

Terapi kelompok dirasa menjadi psikoterapi yang efektif karena pada hakekatnya Indonesia menganut system yang mementingkan kelompok. Penyebab depresi mungkin juga disebabkan rasa malu pada lingkungan sosial bahwa dirinya gagal mencapai harapan-harapannya yang akan membuat pencitraan diri yang negative. Dengan adanya terapi kelompok, individu yang bersangkuatn akan merasa bahwa tidak hanya dirinyalah yang mengalami depresi. Ada juga orang lain yang bernasib sama dengannya sehingga mereka dapat bersama-sama saling membantu mengatasi depresinya.

  1. Terapi keluarga

Terapi keluarga juga penting karena dukungan keluarga dapat membantu penyembuhan depresi. Tuntutan keluarga yang tinggi atas harapan-harapan yang overestimate dapat menyebabkan depresi pada klien. Keluarga diminta untuk tidak terlalu menekan klien jusru keluarga diminta untuk mendukung kesembuhan klien dengan member kasih sayah tanpa pamrih.

  1. Farmakoterapi

Farmakoterapi mungkin juga diperlukan dalam penangan depresi mayor yaitu dengan memberikan obat antidepresan. Farmakoterapi diperlukan apabila untuk sesuatu yang mendesak misalnya klien benar-benar mengalami keterpurukan yang menyebabkan dirinya menjadi ingin bunuh diri.

depresi mayor pada caleg

Politik menurut Aristoteles adalah seni untuk mempengaruhi orang lain untuk mendapatkan kekuasaan demi kepentingan kelompok. Namun pada praktiknya adanya kecendrungan kekuasaan itu ditujukan hanya untuk kepentingan pribadi politikus. Untuk mempengaruhi orang lain seorang politikus atau lebih tepatnya calon politikus selayaknnya memiliki konsep diri yang tinggi serta ego strength yang cukup kuat untuk dapat mempengaruhi orang lain tersebut, bukannya dirinya sendiri yang jatuh dalam jurang hitam keterpurukan akibat buta dengan kekuasaan.

Calon politikus di Indonesia dikenal dengan sebutan calon legeslatif. Calon legeslatif dipilih dari perwakilan tiap partai dan sering terjadi pemilihan caleg tersebut dilakukan dengan tidak semestinya misalnya hanya mengandalkan kepopuleran caleg (dalam hal ini artis). Partai sering kali tidak melakukan seleksi dalam pemilihan caleg yang akan diajukan dalam Pemilu (pemilihan umum). Pernahkan terpikirkan oleh partai politik akan kerentanan gangguan psikologis yang akan dialami caleg saat tidak terpilih menjadi anggota dewan?. Atau pernahkah terpikirkan oleh partai politik apakah caleg yang mereka calonkan itu memiliki stabilitas emosi yang cukup memadai untuk menirima apapun hasil dari pemilu?.

Depresi pada caleg bukanlah hal yang luar biasa setelah Pemilu. Pemerintah yang berhubungan dengan kesehatan jiwa sudah memprediksi akan adanya caleg yang mengalami depresi. RSJ menyiapkan sejumlah psikiater dan psikolog bahkan kamar VIP di RSJ untuk menampung caleg yang depresi. Bahkan banyak tulisan-tulisan tentang kecendrungan caleg yang depresi setelah Pemilu. Dibawah ini akan dipaparkan fakta tentang caleg yang mengalami depresi serta dicoba untuk dianalisis.

  1. Fakta-fakta caleg yang mengalami depresi

  1. Caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Banjar, Jawa Barat, Srihayati, 23, ditemukan tewas gantung diri sekitar pukul 07.30 WIB Selasa(14/4).Ibu muda yang mencalonkan diri untuk daerah pemilihan (dapil) I Kota Banjar dengan nomor urut 8 itu ditemukan tewas di sebuah saung bambu di Dusun Limusnunggal RT01/01, Desa Bangunjaya,Kecamata n Langkaplancar, Kabupaten Ciamis.

  2. Seorang calon legislatif (caleg) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Pahala Sianipar ditemukan tewas di kediamannya, Senin (19/04) malam. Ia tewas bunuh diri akibat menenggak obat pembasmi serangga di dalam kamarnya. Di kediamannya Jalan Pintu Air, Kecamatan Medan Kota.

  3. Seorang calon legislator daerah pemilihan Tangerang, di perumahan elit Alam Sutera Kunciran, stres dan marah-marah karena kalah dalam pemilu legislatif 9 April lalu.Sekitar pukul 17.00 WIB (9/4) saat penghitungan suara dilakukan, seorang pria (40) yang merupakan caleg dari partai tertentu, terlihat frustasi saat mengatahui kalah dalam perolehan suara. Dia merangkak di pinggir jalan dengan membawa-bawa cangkir sambil meminta-minta uang kepada orang yang berlalu lalang, katanya kembalikan uang saya, kata caleg itu.

  4. Salah seorang caleg Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) dari Bulukumba; Andi Langade Karaeng Mappangille Minggu (12/4) bersama tim suksesnya nekat melakukan penutupan jalan sepanjang 3 km. Tindakan tersebut diduga akibat perolehan suaranya yang tidak mencukupi menjadi caleg terpilih.

  5. Seorang caleg di Cirebon, Jawa Barat, kini sering melamun dan mengurung diri. Nasib ini menimpa Iwan Setiawan, caleg Partai Patriot asal Kabupaten Kuningan. Apa yang dialami Iwan ini bisa jadi hanya satu dari banyak kasus yang bakal terjadi. Setelah mengetahui hasil penghitungan suara tidak sesuai harapan, pria berusia 29 tahun ini mendadak menjadi pendiam dan sering mengurung diri di kamar. Keluarganya menduga, perilaku Iwan Setiawan terjadi karena kekalahannya dalam pemilu 9 April lalu. Iwan Setiawan memang telah menghabiskan uang yang banyak untuk kampanye. Setidaknya Rp 300 juta ludes dibayarkan.

  6. Di Kalimantan Tengah muncul dua caleg dan tiga simpatisan partai yang mengalami tekanan psikis. Dua dari lima orang itu mengalami gangguan jiwa ringan atau stres, seorang gangguan jiwa sedang atau depresi. Dua lainnya mengalami gangguan jiwa berat: terus mengoceh, murung, serta tak mau makan serta Minum. Kelimanya kini dirawat di Balai Kesehatan Jiwa Masyarakat Kalawa Atei, Kalteng.

  1. Analisis

  • Perilaku depresi yang dilakukan oleh caleg yang termasuk dalam ciri-ciri depresi mayor antara lain:

  1. Adanya keinginan bunuh diri baik yang belum dilaksanakan maupun yang telah terlaksana. Pada fakta diatas caleg dari Jawa Barat melakukan bunuh diri dengan gantung diri satu minggu setalah pemilu dan caleg dari Medan melakukan bunuh diri dengan meminum racun serangga.

  2. Caleg tidak bisa berpikiran jernih dalam menerima hasil dari pemilu, yaitu caleg dari Tanggerang menjadi frustasi dengan merangkak di pinggir jalan dan membawa-bawa cangkir sambil meminta-minta uang kepada orang yang berlalu lalang, katanya kembalikan uang saya, kata caleg itu.

  3. Penurunan kesenangan pada minat yaitu terjadi pada iwan setiawan yang menjadi pendiam dan mengurung dalam kamar.

  4. Mood yang depresi yaitu terjadi pada caleg Kalimantan tengah yang terus mengoceh.

  5. Penurunan berat badan karena tidak ada minat dalam makan dan minum.

  • Penyebab perilaku depresi pada caleg

  1. Faktor sosial-lingkungan

Depresi mayor pada caleg disebabkan oleh kenyataan bahwa dirinya tidak memperoleh suara yang cukup sebagai persyaratan menjadi anggota dewan. Kenyataan yang lebih rumit adalah, caleg sudah banyak berkorban untuk memperoleh suara tersebut terutama dalam hal financial cost. Caleg sudah mengeluarkan dana yang cukup besar kurang lebih 200 juta, tetapi caleg tersebut gagal menjadi anggota dewan. Ditambah lagi dana yang dikeluarkan tersebut hasil dari hutang atau menggadaikan perabot rumah. Kondisi ini peristiwa hidup yang sangat menekan pada diri caleg yang akibatnya menderita depresi mayor.

  1. Faktor behavioral

Faktor behavioral yang menjadikan caleg depresi adalah kurangnnya reinforcement dari orang-orang yang dianggapnya akan memilihnya. Kenyataan bahwa pemilih yang dianggapnya akan memilihnya ternyata tidak memilihnya tentunya akan membuatnya menjadi depresi mayor.

Interaksi negative dari keluarga terutama keluarga yeng memiliki EE (Express Emotion) yang tinggi dapat menambah depresi pada caleg. Keluarga yang dengan tegas menyatakan kekecewaan serta tuntutan keluarga agar individu tersebut menjadi anggota dewan dapat membuat caleg menjadi depresi setelah mengetahui hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.

  1. Faktor emosional kognitif

Melihat dari teori psikoanalisis depresi pada disebabkan oleh kemarahan yang diarahkan kedalam dirinya yang mana dia gagal dalam pemilihan. Narsistik berperan dalam depresi yang dialami, karena pada awalnya caleg cukup yakin dan percaya diri apalagi ditambah dengan kampanye yang dilakukan, namun pada kenyataannya dia tidak terpilihlah yang menyebabkan self esteemnya menjadi jatuh dan akibatnya adalah depresi.

Caleg yang depresi mengalami kesulitan dalam melakukan coping stress. Kepercayaan diri yang tinggi pada caleg membuatnya menjadi overestimate sehinga tidak ada antisipasi tentang kegagalan yang mungkin saja terjadi. Hal ini menyebabkan caleg tiadak siap dan tidak cukup mampu melakukan coping stress.

Tujuan hidup caleg dalam mencalonkan diri menjadi anggota dewan tersebut yang hanya untuk kepentingannya sendirilah yang mungkin menjadi penyebab depresi. Tujuan hidup yang hanya untuk kepentingan diri sendiri dampaknya juga akan menyerang dirinya sendiri dalam bentuk tekanan peristiwa kegagalan yang menimpanya.

No.

Segitiga kognitif depresi

1.



2.




3.

Pandangan negative tentang diri sendiri


Pendangan negative tentang lingkungan



Pandangan negative tentang masa depan

Setelah pemilu caleg merasa tidak berhargakarena gagal dalam pemerolehan suara di pemilu

Memandang lingkungan sudah berhianat dengan dirinya karena caleg telah berkorban (dalam bentuk financial)namun tetap tidak terpilih

Setelah tidak terpilihnya menjadi anggota dewan membuat dirinya tidak punya lagi masa depan yang akibatnya caleg melakukan tindak bunuh diri.


Sabtu, 28 Maret 2009

Sexuality

Aku sering bertanya kenapa sex hanya dilakuakn beberapa menit itu bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Aku pernah dengar dari dkter Boyke, kalo satelah melakukan hubungan seksual dan mengalamai orgasme, maka otak akan menghasilkan enzim endorphin, efeknya adalah akan membuat orang senang. Disisi lain karena kebutuhan seksual tersebut bisa-bisa orang akan melakukan krimunalitas, misalnya pemerkosaan, sodomi, dll. Aku sering bertanya-tanya kenapa bisa seperti itu. Apa sih yang sebenarnya terjadi dibalik seksualitas itu?

Aku menemukan jawabannya saat mengikuti kuliah psikologi dalam. Ternyata hubungan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa pada hakikatnya mendampakan kenikmatan saat mereka berada dalam kandungan. Jadi seks itu merupakan representasi simbolik menyatu dengan ibu. Laki-laki menaruh penisnya disimbolkan sebagai anak yang kembali kedalam rahim ibu sedangakan perempuan mencapai kepuasan dengan merepresentasikan dirinya menjadi bayi dalam rahim ibu. Intinya setiap kenikmatan merupakan tujuan akhir untuk menghidupkan kembali kenikmatan dalam kandungan yang hilang saat kelahiran. Jadi, gak salah akalu emang sering kali banyak orang yang melakukan segala cara baik legal amupun illegal untuk mendapatkan seks karena sebenarnya manusia merindukan keadaan saat dalam kandungan yang merupankan “surga” karena disana segaala kenikmatan diperoleh


Kamis, 05 Maret 2009

mencintai itu seharusnya to letting go

Seringkali kita mengatakan mencintai seseorang, tapi perilaku kita mengekang orang yang kita cintai untuk bergaul dengan orang lain. Apakah itu sebenar-benarnya cinta?. Bukannya kalu kita mencintai seseorang, maka kita harsu sepenuhnya mempercayai dia?
saat mata kuliah psikoterapi, saya mendapat informasi tentang cinta. Cinta seharusnya itu to letting go. Jadi kita tidak boleh mengintimidasi orang yang kita cintai. Biarkanlah semua berjalan apa adanya. Mengalir seperti air. Biarkan orang yang kita cintai menjadi dirinya sendiri dan melakukan apa yang dia suka, tentunya kita bisa mengingatkan kalau dia berbuat salah, tapi tidak dengan memaksakan kehendak kita.
saat kita memaksakan kemauan kita pada orang yang kita cintai, sebenarnya kita bukan mencintai, tapi kita ingin dicintai. Kita menginginkan cinta, dan berharap sepenuhnya memilikinya, padahal dia bukanlah milik kita. sebenarnya saat kita dengan tulus mencintai kita sebenarnya juga akan mendapatkan cinta yang tulus juga. so jangan takut untuk mencintai, karena dengan mencintai, otomatis kita akan dicintai. dengan siapapun itu

kita hanya memfungsikan otak 20%

Saat kita merasa stress dengan beban kerja ataupun beban belajar, sering kali kiat merasa depresi. Bahkan seringkali kita menghindari pekerjaan yang membuat kita stress, padahal dengan kita stress (dalam artian kadar stress dengan taraf normal) sebenarnya kita memacu semua kemampuan kita untuk segera menyelesaikannya dan akhirnya kita akan semakin produktif.
Saat kita diberikan kewajiban untuk mengerjakan sesuatu, seringkali kita merasa tidak mampu. Padahal Tuhan memberikan kiita anugrah otak yang luar biasa yang mempu untuk menyerap berjuta-juat informasi dan berpikir. tahukah, sebenarnya manusia hanya memfungsikan otaknya maksimal 20% saja?. so bagaimana dengan kemampuan otak kita yang 80 %?
jadi gak ada alasan buat kita merasa tidak mampu. sebenarnya kita mampu, hanya saja kita males buat melakukan itu. optimalkan kemampuan kita semua. kita pasti bisa. SEMANGAD

Rabu, 04 Februari 2009

narsis

Kata narsis mungkin seringkali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari buat orang-orang yang suka banget di foto atau orang yang sering bilang “Aku cantik ya”. Mungkin bisa dibilang narsi itu mencintai diri sendiri. Secara ilmiah narsis disebut sebgai narsistik. Lalu, apakah narsis itu normal?. Bagaimanakah sejarah narsih itu?. Bagaimana tinjauan psikologi tentang narsis?

Sekarang kita mulai dari sejarah tentang adanya kata narsis. Alkisah (cie…), menurut salah satu mitologi Yunani, ada seorang pria bernama Narkissos. Narkissos merupakan pria tampan yang jatuh cinta pada banyangannya sendiri saat dia bercermin di danau. Karena self-love yang berlebihan, dewa mengubag narkissos menjadi bunga. Bunga tersebut saat ini dikenal dengan nama narcissus. Sehingga narsis dari kata narcissus tersebut digunakan untuk memberi label pada orang yang mencintai diri sendiri.

Truz apakah narsistik itu normal?. Bagaimana. Menurut saya narsis itu normal sejauh tidak berlebihan. Setiap orang pasti narsis karena mencintai diri sendiri itu perlu karena dengan kita mencintai diri sendiri (tentunya dalam taraf normal) kita akan bisa mencintai orang lain. Contoh semua orang itu narsis adalah saat kita mendapat foto-foto hasil suatu acara camping misalnya. Foto-foto tersebut biasanya banyak yang foto berkelompok, saya pikir, setiaporang awalnya pasti mencari foto yang ada dirinya. Bener gak?.

Lalu narsistik seperti apa yang abnormal?. Bagaimana tinjauan psikologi tentang narsisistik?. Gangguan narsistik dikatakan abnormal apabila perilakunya sudah maladpatif. Dalam psikologi, narsistik termasuk dalam ganngauan kepribadian (personality disorder) yang biasa disebut dengan gangguan kepribadian narsistik (narcissistic personality disorder). Narsistik berlebihan dikatakan abnormal karena kualitas narsistik berlebihan akan menjadi tidak sehat terutama bila individu tersebut lapar dan serakah atas pemujaan. Keserakahan akan pemujaan tersebut merupakan perilaku maladptif yang akan menggangu hub interpersonal bahkan kariernya karena individu tersebut tidak akan mau menerima penadapat orang lain karena menganggap pendapatnya adalah yang paling benar. Gangguan kepribadian narsisitik ditemukan kurang dari 1 % dalam populasi umum (APA,2000).

Ciri-ciri narsistik dikutip dari buku psikologi abnormal (Rhatus, dkk, 2005) adalah:

  • Memiliki rasa bangga berlebihan terhadap diri sendiri

  • Kebutuhan ekstrem akan pemujaan

  • Bersifat self-absorbed dan kurang memiliki empati pada orang lain

  • Bersifat self-defeating

  • Cenderung terpaku pada fantasi akan keberhasilan dan kekuasaan, cinta yang ideal atau pengakuan atas kecerdasan dan kecantikan

  • Mengjar karier dibidang-bidang yang mana individu mendapat pemujaan misalnya, modeling, acting atau politik

  • Cenderung membesar-besarkan prestasi dan iri pada orang yang lebih berhasil

  • Keinginan untuk berhasil adalah bukan untuk mendapotkan uang tapi untuk mendapatlkan pemujaan

  • Hubungan interpersolnal berantakan karena adanya tuntutan untuk orang lain untuk memuja mereka

  • Minat individu pada orang lain hanya bersifat sati sisi saja: individu mencari orang yang mau melayani minatnya dan memelihara self-importance-nya

  • Memperlakukan pasangan seks sebagai alat untuk kenikmatan individu sendiri dan mendukung self esteem-nya

Berikut ini adalah perbedaan antara self interest yang normal dengan narsistik yang sifatnya self defeating (Rathus, dkk, 2005):

Self interest normal

Narsisme yang self defeating

Menghargai pujian, namun tidak membutuhkannya untuk menjaga self-esteem

Lapar akan pemujaan, memerlukan pujian agar dapat merasa baik akan diri sendiri untuk sementara

Kadang-kadang terluka oleh kritik

Merasa marah atau hancur oleh kritik dan merasakan kesedihan yang mendalam

Merasa tidak bahagia dalam menghadapi kegagalan, namun tidak merasa tidak berharga

Memikul perasaan malu dan tidak berharga setelah mengalami kegagalan

Merasa special atau memiliki bakat unik

Merasa lebih baik dari orang lain dan meminta penghargaan akan kemampuannya yang tidak dapat dibandingkan

Merasa nyaman dengan diri sendiri bahkan saat orang lain mengkritik

Perlu dukunga terus menerus dari orang lain untuk menjaga perasaan nyaman dan bahagia

Menerima masa lalu secara logis, meski hal tersebut diras menyakitkan dan dirasa tidak stabil untuk sementara

Berespon terhadap luka kehidupan dengan depresi dan kemarahan

Mempertahankan self-esteem dalam menghadapi ketidaksetujuan atau kritik

Berespons terhadap ketidaksetujuan dan kritik dengan hilangnya self esteem

Mempertahankan keseimbangan emosional meski kurangnya perlakuan khusus

Merasa pantas mendapat perlakuan khhusus dan menjadi sangat marah saat diperlakukan dengan cara yang biasa

Empati dan peduli terhadap orang lain

Tidak sensitive terhadap kebutuhan dan peraan orang lain, mengeksploitasi orang lain sampai mereka puas


Dari wacana ditas, kita dapat merefleksikan diri bagaimana sebenarnya kita. Apakah narsistik dalam diri kita masih dikatakan normal atau berada masih dalam taraf normal ataukah masuk dalam kategori narcissistic personaliyi disorder?

perilaku merokok ditinjau dari tipe kepribadian introvert dan ekstrovert

Perilaku merokok merupakan fenomena sosial yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya dilakukan oleh orang tua, perilaku merokok juga dilakukan oleh remaja bahkan anak kecil, baik itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Perilaku merokok merupakan aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya yang diukur melalui intensitas merokok, tempat merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komasari dan Helmi, 2000). Pada suatu penelitian, adanya kecenderungan individu mengatasi stress dengan merokok. Hal ini dikarenakan efek dari rokok tersebut adalah menenangkan. Rokok merupakan stimulant yang meningkatkan aktivitas sistem saraf. Efeknya adalah menyebabkan euphoria dan peningkatan self confident pemakainya (Rathus dkk, 2003)

Fenomena perilaku merokok mahasiswa juga merupakan fenomena sosial yang sering kita jumpai. Lingkungan universitas merupakan tempat berkumpulnya individu dari berbagai daerah dengan keunikan sendiri dan tipe kepribadian yang berbeda pula. Cara individu dalam lingkungan sosialisasi, penyesuaian baru serta stress yang dialaminya berbeda satu sama lain. Cara individu berperilaku tersebut perbedaannya dilihat dari sudut pandang tipe kepribadiannya dalam perilaku merokoknya.

Menurut Tomkins (dalam Mu’tadin, 2002) perilaku merokok dibagi dalam beberapa tipe berdasarkan tempat merokok dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari subjek perokok. Tempat merokok dan fungsi merokok pada diri subjek tentu saja berbeda pada setiap individu. Tipe kepribadian setiap individu baik itu introvert maupun ekstrovert akan mempengaruhi perilaku merokok subjek dan menentukan pula tipe bagaimanakah perilaku subjek jika dihubungkan dengan tipe kepribadiaan introvert dan ekstrovertnya.

Tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dijelaskan oleh Jung, bahwa tipe kepribadian introvert cenderung menyendiri, pendiam, senang introspektif dan sibuk dengan kehidupan internalnya sendiri, sedangkan tipe kepribadian ektrovert cenderung aktif, berinteraksi dengan orang lain dan dunia sekitarnya (Alwisol, 2004). Perbedaan trait-trait dari tipe kepribadian introvert dan ekstrovert tersebut akan mempengaruhi perilaku merokoknya. Dalam fenomena sosial dapat kita lihat bahwa orang yang ekstrovert, perilaku merokoknya sering kali diawali sebagai aktivitas sosialisasinya. Orang yang ekstrovert memulai perilaku merokok karena konformitas teman sebaya dan melakukannya ditempat-tempat umum yang memungkinkan mereka berada di area pergaulan dengan banyak orang. Akan tetapi orang yang bertipe kepribadian introvert memulai perilaku merokok cenderung disebabkan karena keadaan distress pribadinya atau karena faktor internal dalam dirinya. Tempat yang digunakan untuk merokok pun cenderung bersifat pribadi, misalnya di ruang pribadi dalam kantornya ataupun di kamar.

Dalam lingkungan universitas, fenomena yang tampak dari mahasiswa bertipe introvert adalah kecendrungan untuk berperilaku merokok diadaerah umum di area kampus. Mahasiswa tersebut cenderung berkumpul dengan teman-temanya saat merokok pada saat jam kosong kuliah dan setelah makan. Adanya fenomena perilaku kolektif dari perilaku merokoknya. Apabila dalam kelompok tersebut satu mahasiswa merokok maka mahasiswa yang lain akan merokok pula. Hal ini disebabkan adanya hukum anonimitas.

Mahasiswa bertipe introvert, fenomena yang tampak adalah mereka cenderung untuk merokok sendirian ditempat-tempat tersembunyi. Mereka merokok hanya pada saat mereka stress saja. Mereka merokok pada tempat-tempat khusus yang bersifat pribadi misanya dalam kamar kos. Mahasiswa tersebut cenderung mengkonsumsi rokok tidak terlalu berlebihan tergantung kondisi psikisnya saat itu. Kondisi stress yang parah dapat pula menyebabkan individu tersebut mengkonsumsi rokok dengan sangat berlebihan sampai memperoleh kepuasan dan ketenangan dari rokoknya tersebut. Mahasiswa introvert cenderung memiliki self confident yang rendah, sehingga perilaku merokoknya sebagai cara untuk meningkatkan self confidentnya karena rokok merupakan stimulant yang dapat meningkatkan perasaan euphoria dan self confident penggunanya. (Mei -2008)


ketimpangan gender dalam perselingkuhan melahirkan prostitusi terbuka

Gender merupakan pembedaan peran, hak dan kewajiban, kuasa dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. sosial (Irianto, 2007). Didunia ini banyak sekali kita temui ketidaksetaraan gender yang juga banyak diperbincangkan dan diperjuangkan oleh gerakan feminis. Ketidakadilan atas gender banyak sekali dialami oleh perempuan. Dalam hal ini perempuan yang dianggap sebagai second class dirugikan dalam segala aspek, diantaranya dalam hal psikologis dan fisik (seringnya mengalami tindak kekersan / violence), subordinasi pada perempuan serta adanya marjinalisasi perempuan dalam ekonomi dan pendidikan.

Ketidasetaraan gender seringkali ditemukan dalam keluarga misalnya adanya penindasan psikologis yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Penindasan ini sering dinamakan perselingkuhan. Contoh kasus yang diambil dari artikel adalah kasus seorang perempuan, istri anggota DPRRI yang dengan tegar mensupport suami yang jelas-jelas melakukan perselingkuhan. Nampak sekali adanya ketidakadilan di sini. Laki-laki dengan seenaknya berbuat salah, sementara si perempuan dengan segala kelemahannya, dengan alasan keutuhan keluarga, kasihan anak-anak dan lain-lain tetap menerima adanya penindasan batin dari laki-laki.

Ketidakadilan gender yang dialami perempuan adalah perempuan dikungkung untuk menerima perselingkuhan suaminya walaupun itu menyakitkan hatinya. Budaya pun tidak terlalu mempermasalahkan perilaku laku semena-mena laki-laki tersebut. Dibawah ini adlah deskripsi masyarakat Jawa tentang toleransi terhadap alasan laki-laki melakukan perselingkuhan:

Di masyarakat Jawa, terdapat penerimaan atau bahkan toleransi terhadap ketidakmampuan laki laki dalam mengontrol nafsu seks mereka. Karena laki laki seringkali dianggap tidak mampu menahan hasrat seks mereka, banyak perempuan mentoleransi dan bahkan mengharapkan pada derajat tertentu ‘ketidaksetiaan’ dari suami, meskipun mereka juga tidak mendorongnya (Brenner 1998). Karena laki laki dianggap tidak bisa mengontrol nafsu mereka, maka ada anggapan bahwa jika tidak terlampiaskan, ini akan mengakibatkan perkosaan atau pelecehan seksual yang membawa korban perempuan baik baik. Hal ini membuat banyak laki laki dan perempuan suku Jawa menyimpulkan bahwa Pekerja Seks Komersial (PSK) tetap dibutuhkan sebagai pelampiasan (Crisovan, 2006). Temuan serupa juga dinyatakan oleh Geertz pada tahun 1950an, yang menyatakan bahwa istri toleran terhadap lepas tangan suami karena laki laki memang dianggap mempunyai sifat tak punya tanggung jawab. Perselingkuhan seksual mereka disebut ‘nakal’; sama istilahnya seperti seorang anak yang tidak menurut kata orang tua, tanpa adanya konotasi pelanggaran; dan mereka diharapkan nakal selama kuliah dan bahkan setelah menikah (Geertz, 1961 cit. Crisovan, 2006). Menurut budaya Jawa, nafsu seks harus senantiasa terjaga dalam keseimbangan, sehingga pada saat istri mengalami menstruasi/hamil, laki laki akan memelihara nafsu seks mereka dengan PSK. Ini juga dipercaya mempunyai efek pada potensi spiritual laki laki (Crisovan, 2006).

Dari kutipan diatas tampak sekali ketidaksetaraan gender, laki-laki berhak bertindak sesuka hati dan menyakiti perempuan, sementara perempuan diharuskan untuk toleran, nerima apapun yang diperlukan tas penindasan terhadap dirinya. Hal yang lebih buruk daripa itu adalah muncullah prostitusi terbuka. Laki-laki dengan seenak hati bahkan tampak terang-terang-terangan datang ke tempat pelacuran kadang tanpa rasa malu bahkan merekamnya dalam video yang sering dilakukan oleh public figure.

Sekarang kita akan menganalis mengapa prostitusi terbuka seperti di Dolly Surabaya merupakan prostitusi yang pelakunya (pelacurnya) adalah perempuan?. Dan mengapa prelacuran pria saat ini masih terkesan tersembunyi?. Jawaban atas pertanyaan tersebut karena seakan-akan ada “legalisasi” perselingkuhan laki-laki baik lewat prostitusi ataupun tidak. Sekan-akan perselingkuhan yang dilakukan laki-laki tu adalah sesuatu yang wajar terjadi karena laki-laki tidak dapat menahan hasrat seksualnya. Lalu bagaimana dengan wanita?. Sebagian wanita juga ada yang menjadi pengguna jasa prostitusi yang dikenal dengan “tante girang suka brondong”, tetapi tetap saja hal itu terselubung. Hal tersebut terjadi karena akan ada kecaman keras yang akan dialamatkan pada perempuan tersebut apabila perilakunya itu diketahui karena perempuan harus setia, nurut semua perintah suaminya.

Kesimpulannya, ketidakadilan gender dalam isu perselingkuhan ini adalah ada pada tindakan semena-mena laki-laki dengan menyakiti perempuan secara psikologis serta pada budaya yang mentoleransi tindakan laki-laki yang melakukan perselingkuhan tersebut. Perselingkuhan ini menyebabkan permasalahan lainnya yaitu prostitusi yang dilakukan secara terbuka yang manaketidaksetaraan gender terlihat jelas karena hanya prostitusi yang pelacurnya perempuan saja yang diekspos


    Akibat ketidaksetaraan gender

    • Tekanan bathin (terjadi kekerasan psikologis) pada perempuan yang suaminya selingkuh

    • Adanya subordinasi yang dialami perempuan karena perempuan merasa tidak dihargai sebagi manusia karena laki-laki dengan seenak hatinya melakukan selingkuh

    • Timbulnya prostitusi yang dilakukan oleh pelacur wanita secara terbuka tanpa adanya sanksi hkum yang berat

    • Psostitusi tetap exist selama ketidaksetaraan gender ini terus berlangsung karena dalam budaya pun (jawa) membolehkan hal itu.

    • Penyebaran HIV AIDS dalam keluarga karena aktivitas perselingkuhan laki-laki.

    Cara mengatasi

    • Adanya kesetaraan gender dalam keluarga dengan adanya persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.

    • Adanya toleransi antara laki-laki dan perempuan, tetapi dalam hal ini bukanlah toleransi dalm penyetujuan istri atas perilaku perselingkuhan suami. Toleransi tersebut dengan menghormati perasaan istri dan aspek-aspek psikologi perempuan dengan tidak melakukan penindasan batin (perselingkuhan)

    • Larangan perselingkuhan laki-laki dengan alasan apapun (baik dari segi budaya dan sosial) baik yang terang-terangan maupun tersembunyi.

    • Adanya saling pengertian antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan sehinggga komunikasi berjalan lancar dan perselingkuhan tidak akan terjadi. Tidak ada perbedaan tingkat status antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga.


    Hasil apabila terjadi kesetaraan gender

    • Dampak positif

        1. Lahirnya toleransi antara laki-laki pada perempuan, sehingga penindasan psikologis tidak akan terjadi

        2. Penyebaran HIV AIDS tidak akan masuk dalam keluarga.

        3. Lahirnya komunikasi yang baik dalam keluarga karena laki-laki dan perempuan punya hak yang sama dalam keluarga.

    • Dampak negatif

        1. Akan banyak sekali perceraian, karena perempuan mulai sadar atas ketidakadilan tersebut dan menuntut untuk berpisah

        2. Akibat dari banyaknya perceraian, anak-anak keluaran broken home akan bertambah


Daftar Pustaka

BAPPENAS. Gender dalam Pertanian. (online) (http://www.blog archieve. Gender dalam pertanian. diakses 17 Oktober 2008)

Deniem. Analisis Gender. (online) (http://www.analisis gender-arena pembelajaran diri. diakses 17 Oktober 2008)

Dznhayatin, Siti R. Demokratisasi dan Masalah Kesetaraan Gender. (online) (http//www. artikel Indonesia untuk demokrasi. diakses 17 Oktober 2008)

Hermawati, Tanti. Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender. (online) (http//www. goggle.com. Jurnal Komunikasi Massa. Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 25-34 diakses 17 Oktober 2008)

Tanai, Susilowati, M. Gender dan Seksualitas dalam fenomena global epidemi HIV/AIDS

. (online) (http://www.Makalah%20Susilowati%20Rev_d01c/ PDF/gender dan seksualitas.pdf, diakses 17 Oktober 2008)

Sholihah, Nikmatus. Gender dan Jenis Kelamin. (online) (http//www.gogle.com. diakses 17 Oktober 2008)

homoseksual

Homoseksual adalah ketertarikan seksual dan emosional yang konsisten, termasuk fantasi, minat, dan keinginan pada seseorang dengan jenis yang sama. Homoseksualitas dapat mengacu kepada:orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang dengan orang lain mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas gender yang sama, perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang sama tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender dan identitas seksual atau identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual.

Ciri perilaku homoseksual yang paling umum dan juga bukan lagi rahasia umum adalah para homoseksual sering berganti-ganti pasangan. Dikalangan heteroseksual kebiasaan berganti-ganti pasangan dan perselingkuhan juga banyak terjadi tetapi masyarakat umum melihatnya sebagai penyakit sosial daripada kewajaran, tetapi praktek berganti-ganti pasangan di kalangan homo sudah melekat dalam identitas homo itu sendiri dan dilakukan dalam intensitas tinggi jauh diatas perselingkuhan heteroseksual. Dalam artikel ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:

Wim yang perkawinan homonya dengan Philip diliput majalah Gatra mengatakan, bahwa: "Dunia gay itu dunia yang gonta-ganti pasangan." (Gatra, 4 Oktober 2003, h.27). Bell & Weinberg dalam studinya ‘Homosexualities’ menyebut sepertiga gay mempunyai lebih dari 1000 pasangan selama hidup mereka. Pasangan tetap dibawah 10%, dan mereka yang kelihatannya stabil cenderung tetap berganti-ganti pasangan dan tidak mempertahankan monogami. Angka ini mirip yang dikemukakan ‘Gay Indonesia’ berikut: "Kesetiaan memang sesuatu yang amat langka di dunia gay. Betapa tidak? Hampir 95% kaum gay pernah melecehkan sebuah kesetiaan. Diakui atau tidak, hal itulah yang terjadi selama ini. Walaupun hal ini belum pernah didukung oleh suatu penelitian yang akurat, tetapi dari pengalaman kita masing-masing, mungkin dari teman, partner kita atau bahkan diri kita sendiri, kita tidak asing dengan pelecehan kesetiaan." (Gaya Nusantara no.23, Oktober 1993, h.3). Data yang sama dikemukakan ‘The Gay Agenda’ yang dikeluarkan Christian Media Center di California yang anggotanya adalah para mantan homo yang telah bertobat, menyebutkan: "Studi-studi menunjukkan bahwa pelaku gay berganti pasangan seksual sebanyak 20 sampai 106 pasangan setiap tahun, dan rata-rata pelaku homoseksual mempunyai 300 sampai 500 pasangan seksual selama hidup mereka." Lebih lagi dari itu, Naek L. Tobing dalam tulisannya yang sama juga menyebut, bahwa: "Sebagian besar dari mereka pada saat terikat dengan pasangannya, juga melakukan kontak seksual dengan orang lain. Hal ini dapat terjadi misalnya di klub-klub homo, di restoran, sehingga kadang-kadang beberapa orang homoseks bahkan tidak mengingat dengan siapa ia melakukan kontak seksual satu atau dua jam kemudian. Putusnya hubungan antara homoseks pada umumnya, karena merasakan hubungan yang sudah ada itu telah dingin atau membosankan. Akibatnya mereka tertarik pada orang yang baru. Kinsey juga mendapatkan, bahwa umumnya homoseks merasakan getaran seksual yang hebat dengan orang yang baru, betapapun baiknya hubungan homoseks sulit untuk berlangsung seumur hidup.

Disebuah artikel dinyatakan bahwa:10% laki-laki adalah homoseks, sedang perempuan adalah 5%, dan 37% dari semua individu pernah melakukan hubungan seks sejenis ini di dalam kehidupannya. Beberapa homoseks melaporkan bahwa mereka menyadari ketertarikan untuk melakukan hubungan seks sejenis ini timbul sebelum masa pubertas atau akil balig. Aktivitas ini biasanya mula-mula dilakukan di lingkungan peer group (kelompok sepermainan) mereka. Dilaporkan pula bahwa homoseks perempuan atau lebih dikenal dengan lesbian, sebanyak 56% sebelumnya mempunyai hubungan seksual dengan lawan jenis, sedangkan yang laki-laki sebesar 19%. Sekarang pertanyaanya adalah apa sebab-sebab orang memiliki perilaku sebagai homoseksual?.

Ada tiga faktor utama yang dapat memicu homoseksualitas, yakni faktor konstitusional-biologis yang termasuk faktor genetis, faktor(kecelakaan dan lingkungan), dan faktor internal-bawah sadar. Faktor biologis antara lain:

Susunan Kromosom

Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat dari susunan kromosomnya yang berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom x dari ayah. Sedangkan pada pria mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom y dari ayah. Kromosom y adalah penentu seks pria. Jika terdapat kromosom y, sebanyak apapun kromosom x, dia tetap berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom Klinefelter yang memiliki tiga kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi pada 1 diantara 700 kelahiran bayi. Misalnya pada pria yang mempunyai kromosom 48xxy. Orang tersebut tetap berjenis kelamin pria, namun pada pria tersebut mengalami kelainan pada alat kelaminnya.

Ketidakseimbangan Hormon

Seorang pria memiliki hormon testoteron, tetapi juga mempunyai hormon yang dimiliki oleh wanita yaitu estrogen dan progesteron. Namun kadar hormon wanita ini sangat sedikit. Tetapi bila seorang pria mempunyai kadar hormon esterogen dan progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal inilah yang menyebabkan perkembangan seksual seorang pria mendekati karakteristik wanita.

Struktur Otak

Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay females dan gay males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females, otak antara bagian kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay females ini biasa disebut lesbian.

Kelainan susunan syaraf

Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan syaraf otak dapat mempengaruhi prilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak.

Faktor kedua adalah faktor kecelakaan dan lingkungan. Faktor kecelakaan dan lingkungan antara lain:

Sosiokultural

Adanya suatu budaya yang memungkinkan orang menjadi homoseksual yaitu di ponorogo pada kalangan warok dan gemblak.

Lingkungan

Lingkungan menjadi penyebab timbulnya homoseksual saat lingkungan tersebut menjadai lahan yang subur untuk berkembangya homoseksual. Mereka yang menjadi homoseks saat terdesak, misalnya saat menjadi narapidana

Pengalaman homoseksual yang tidak lazim (kecelakaan)

Homoseksual terjadi karena adanya pengalaman seksual pertama kali karena kecelakaan (pemerkosaan/sodomi) sehingga menyebabkan orang tersebut menjadi homoseksual.

Faktor ketiga adalah faktor internal bawah sadar (faktor psokodinamik). Perilaku homoseksual terjadi karena terdapat gangguan pada fase perkembangan psikososial anak. Dalam teori Sigmund Freud antara fase phallic dan genital itulah terjadi proses identifikasi psikoseksual anak, apakah dirinya laki-laki atau perempuan secara psikologis. Anak laki-laki harus mendapat perhatian cukup dari figur ayah dan anak perempuan dari figur ibu. Pada saat tidak terjadi keseimbangan peran ayah dan ibu dalam hubungannya dengan anak, si anak akan mengambil alih identitas psikoseksual yang tidak tepat.

Faktor pertama dan ketiga berpengaruh besar dalam pembentukan kategori homoseksual eksklusif, sementara faktor kedua berperan dalam kategori homoseksual fakultatif. Orang homoseksual eksklusif identitas seksualnya berbeda dari jenis kelaminnya sejak kecil. Sementara homoseksual fakultatif berperilaku homoseks hanya pada kondisi tertentu

Dampak dari perilaku homoseksual adalah berdampak pada diri sendiri maupun orang lain dalam masyarakat. dampak pada diri sendiri:

Peluang untuk mengidap penyakit AIDS sangat besar karena homoseksual suka berganti-ganti pasangan

Mengalami tekanan batin dan distress karena adanya kecendrungan homoseksual dikucilkan.

Dampak pada masyarakat:

Adanya ketakutan kaum homoseksual akan menularkan AIDS

Adnya ketakutan masyarakat akan penularan perilaku homoseksual karena kaum homoseksual akan terus mencari penerus homoseksualitas

Terjadinya homo-phobia

Apakah Homoseksual Abnormal?

Homoseksual dikatakan abnormal jika memenuhi kriteria-kriteria abnormalitas. Di Indonesia homoseksual dikatakan abnormal karena memenuhi criteria abnormalitas, yaitu:

Perilaku yang tidak biasa (berdasarkan statistik)

Di Indonesia perilaku homoseksual menurut statistik jumlahnya sedikit dan merupakan perilaku yang tidak biasa karena adnya kecendrungan masyarakat Indonesia adalah hetereseksual

Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial atau melanggar norma sosial (berdasarkan norma masyarakat)

Banyaknya pertentangan dan penolakan homoseksual walaupun homoseksual telah membentuk perkumpulan homo, membuktikan bahwa homoseksual tidak dapat diterima secara sosial atau melanggar norma sosial. Hal ini dikarenakan adanya norma agama yang begitu kuat di Indonesia dan mengharamkan perilaku homoseksual.

Perilaku maladaptive (penyesuaian sosial)

Perilaku homoseksual merupakan perilaku maladptif karena pada dasarnya lingkungan mengingikan heteroseksual.

Sejauh mana mengalami konflik dan tegangan

Dari literature yang ada selama ini, para homoseksual sering mengalamio distress pribadi karena adanya ketidaksinkronan diri pribadi dengan lingkungan yang menuntutnya untuk berbuat sesuai dengan norma masyarakat. Pelecehan, penolakan dan pertentangan tentang homoseksual menyebabkan pelaku homoseksual mengalami konflik dan tegangan.

Akan tetapi ada beberapa Negara yang menganggap homoseksual itu normal, misalnya di Belanda. Di Belanda banyak penduduknya yang melakukan homoseksual bahkan ada legalitas perkawainan homoseksual. Sehingga perilaku homoseksual di Belanda merupakan perilaku adaptif dan tidak menyebabkan konflik dan tegangan pada pelaku homoseksual karena homoseksual diterima dalam norma mayarakat di Belanda.

Daftar Pustaka

Herlianto. Homoseksualitas (2 )- Kebiasaan Berganti-Ganti Pasangan. (online) (http//www. Yabina-ministry.com. diakses 24 Oktober 2008)

Herlianto. Homoseksualitas (1 ). (online) (http//www. Yabina-ministry.com. diakses 24 Oktober 2008)

Homoseksualitas

. (online) (http://www.Homoseksualitas - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.com. diakses 24 Oktober 2008)

Korewa. Homoseksual Tinjauan dan Perspektif Ilmiah. (online) (http//www.olimpiade.org. diakses 24 Oktober 2008)

Rahman. Persoalan Definisi Seksualitas. (online) (http//www.[Baraya_Sunda] Perkara esek2!.com. diakses 24 Oktober 2008)

Ratus, Spencer.A, dkk.2003. Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Yundini. Homoseksual. (online) (http://www.[satuXsatu]HOMOSEKSUAL.com. diakses 24 Oktober 2008)

Yulianti Homoseksual Apa dan Mengapa?. (online) (http://www.Blogs Staf Universitas Islam Indonesia » Blog Archive » Homoseksual Apa Dan Mengapa?.com. diakses 24 Oktober 2008)

white collar crime (korupsi)

Dua minggu lalu di mata kuliah patologi sosial, kami membahas tentang masalah kejahatan dan kriminalitas. Disalah satu klasifikasi kejahatan tersebut disebutkan kejahatan yang dilakukan oleh oknum, contohnya adalah koruptor. Semenjak itu saya tertarik untuk membahas tentang korupsi. Yuk,,kupas tuntas tentang korupsi/white collar crime (kalo temen-temen ngerasa Q lom bahas dengan tuntas, silahkan menambahkan).

‘White collar crime’ sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari bahkan mungkin sudah bosen kita mendengar dan membahasnya. Pelakunya yang biasa kita sebut dengan koruptor atau tikus yang suka menggerogoti sesuatu yang bukan menjadi haknya mungkin saat ini berkeliaran bebas menggunakan uang haramnya itu buat bersenang-senang. Yah..biarkanlah mereka berkreasi dan tunggu saja KPK akan menangkap kalian!!!!

Aku kadang berpikir, gimana seandainya aku berada pada posisi koruptor tersebut atau berada dalam bagian kehidupan mereka (keluarganya). Apa ya yang sebenarnya mereka rasakan saat mereka ketahuan melakukan tindak korupsi atau bagaiman perasaan keluarganya?.

Kadang aku berpikir, para koruptor itu adalah orang-orang pintar bahkan mereka lulusan sekolah yang berkualitas sampai keluar negeri, seharusnya mereka tahu konsekuensi yang didapatkan dari perilaku korupsi dan bagaimana dampaknya. Lalu, kenapa hal itu masih tetap saja dilakukan?. Apakah mereka mengerti tapi pura-pura bodoh karena mata, pikiran dan akal sehat mereka tertutupi oleh uang yang melimpah?.

Tentang keluarganya, apakah mereka tahu kalau ayah atau keluarganya melakukan korupsi?. Apa yang mereka lakkukan jika tahu?. Membiarkannya selama polisi atau KPK tidak menangkap mereka?.

Suatu ketika aku pernah melihat acara TV yang mengungkap korupsi yang dilakukan oleh Artalita. Di acara tersebut ditayangkan persidangan artalita. Bayangin 6 milyar diberikan pada Urip dan katanya lagi itu belum termasuk bonus. Yang paling menyebalkan adalah saat Artalita membela diri dengan mengatakan "kalau saya masuk penjara, bagaimana nasib anak saya?". Ya ampun buk.. baru ingat nasib anakmu sekarang?. Dulu waktu korupsi, kemana ingatan tentang nasib anakmu, ibu simpen ke bawah kolong kasur?. Pembelaan yang gak masuk akal!!!.

Aku juga pernah berpikir (dari tadi pakek kata berpikir mulu ya, he..), apakah para koruptor itu sudah tau dampak dari korupsi pada dirinya dan keluarganya?, sehingga mereka melakukan rencana-rencana buat mengantisipasinya (toh mereka semua orang ‘pintar menipu’), misalnya dengan menimbun uang hasil korupsi di bank-bank luar negeri (yang popular di Swiss) trus kalo mereka ditangkep, mereka nyogok aparat pakek uang yang dibank luar negeri itu. Buat melindungi keluarganya, mereka memindahkan keluarganya ke luar negeri pake uang korupsi itu, so mereka gak akan mendapat gunjingan di Indonesia. Bener gak sie?

Tapi aq juga berpikir (pakek berpikir lagi ^^), mungkin lingkungan sangat kuat pengaruhnya membentuk perilaku korupsi. Aku pernah merenung, mungkin saja koruptor itu adalah seorang aktivis anti korupsi yang rajin menggembar-gemborkan anti-korupsi, melakukan unjuk rasa menentang korupsi, menuntut koruptor dihukum seberat-beratnya serta memiliki nasionalisme yang tinggi. Akan tetapi ketika mereka mendapat kesempatan untuk menjadi anggota dewan misalnya, idealisme dan nasionalisme mereka langsung luntur karena lingkungan yang mereka diami merupkan tempat yang subur buat tumbuhnya korupsi. Mungkin saja proses belajar sosial terjadi disana. Orang ini yang awalnya adalah seorang yang memiliki idealisme anti korupsi mulai belajar bahwa dengan melakukan korupsi dia akan mendapat keuntungan yang g sedikit sehingga kehidupannya akn menjadi lebih baik. Atau mungkin saja dia mendapat pengaruh dari organisasi (partai) tempat dia bergabung untuk melakukan korupsi berjamaah.

Sekarang kita mulai membahas tentang penyebab korupsi. Apa pengertian korupsi?. Apa yang membuat orang menjadi koruptor?

Korupsi

(bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur:
  • Perbuatan melawan hukum
  • Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana
  • Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
  • Merugikan perekonomian Negara atau keuangan Negara
  • Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)
  • Penggelapan dalam jabatan
  • Pemerasan dalam jabatan
  • Menerima gratifikasi

Penyebab korupsi dibawah ini diungkapkan oleh beberapa ahli yaitu:

Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono

, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang jelas, yakni :

1. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya),

2. Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang control dan sebagainya

Dr. Andi Hamzah dalam disertasinya menginventarisasikan beberapa penyebab korupsi

, yakni :

1. Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin meningkat

2. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi

3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang memberikan peluang orang untuk korupsi.

4. Modernisasi pengembangbiakan korupsi

Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul "Strategi Pemberantasan Korupsi

," antara lain :

1. Aspek Individu Pelaku

a. Sifat tamak manusia

Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.

b. Moral yang kurang kuat

Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.

c. Penghasilan yang kurang mencukupi

Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.

d. Kebutuhan hidup yang mendesak

Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

e. Gaya hidup yang konsumtif

Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendoronggaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

f. Malas atau tidak mau kerja

Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.

g. Ajaran agama yang kurang diterapkan

Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.

2. Aspek Organisasi

a. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan

Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.

b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar

Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.

c. Sistim akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai

Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.

d. Kelemahan sistim pengendalian manajemen

Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.

e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.

3. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada

1. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.

2. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.

3. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.

4. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.

Dampak dari korupsi adalah:

Nye menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi adalah :

1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.

2. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.

3. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.

Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidakefisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.

Upaya Penanggulangan Korupsi

Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi

korupsi sebagai berikut :

a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah

pembayaran tertentu.

b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.

c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.

d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman.

e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.

Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penaggulangan korupsi yaitu:

  1. pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan
  2. administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas
  3. pengadakan pengawasan yang lebih keras,
  4. kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin
  5. gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin
  6. satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat
  7. hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula.

Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :

1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.

2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.

3. para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.

4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi.

5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.

6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan "achievement" dan bukan berdasarkan sistem "ascription".

7. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah.

8. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur

9. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.

10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut :

a. Preventif.

1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.

2. mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.

3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.

4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.

5. menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.

6. hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan "sense of belongingness" dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.

b. Represif.

1. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.

2. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.

Apakah korupsi dapat terhapus ditengah budaya materialistic dan individualistic semakin berkembang?. Hanya tiap individu yang bisa menjawabnya. Semuanya tergantung individu masing-masing dalam menyikapi hidup. Semoga korupsi akan semakin berkurang di Indonesia. Maju Bangsaku, Maju Indonesiaku

Kamis, 22 Januari 2009

arti cinta

Selama ini aq merasa kalau dicintai itu lebih menyenangkan daripada mencintai. Ternyata mencintai jauh lebih menyengkan daripada dicintai. Hal itu terjadi karena saat Qt menjadi pribadi yang dicintai kita akan menjadi pribadi yang manja dan cenderung tidak menjadi diri sendiri. Qt menjadi pribadi yang selalu menyesuaikan selera "pasar" agar dicintai banyak orang bukannya menjadi diri kita apa adanya untuk dicintai.
Lain halnya dengan mencintai, qt bebas untuk mencintai siappun yang kita inginkan tanpa harus mengubah diri kita. tentunya dalam artian mencintai yang sesungguhnya dan denga tulus. Menurut Erich Fromm dalam bukunya The Art Of Love, aku memahami bahwa mencintai itu mengikuti hukum "memberi". Memberi jauh lebih menyenangkan dari pada menerima. Saat Qt memberi kita akan merasa berguna, berarti, kaya dan semakin kaya karena saat kita memberi kita akan mengajak orang untuk menjadi pribadi yang suka memberi juga. Hal itu sama dengan mencintai, saat kita mencintai,kita akan menjadi pribadi yang kaya kan cinta dan tentunya kan menyenangkan.Ketika seseorang mencintai orang lain, maka dia akan mendapatkan yang tulus juga dari orang yang bersangkutan.
Ada istilah "Tringular Of Love" yaitu cinta terdiri dari gairah yaitu (rasa ketertarikan fisik), keintiman (rasa dekat antara satu dan lainnya) serta komitmen (adanya tujuan akan suatu hubungan. aku merasa ketiga hal tersebut dapat tercapai dalam suatu hubungan yang dinamakan pernikahan. Lalu apakah pacaran itu dapat diartikan sebenar-benarnya cinta?